·
KESADARAN BERBAHASA
Banyak pemakai Bahasa
Indonesia yang tidak berbahasa Indonesia dengan baik. Di antara siswa SMP, SMA,
mahasiswa, bahkan guru. Mereka berbahasa seenaknya dan tidak mampu berbahasa
Indonesia dengan tertib dalam situasi resmi. Hal ini diakibatkan karena
komunikan menginginkan kemudahan dalam memilih kalimat yang digunakan. Tetapi
kalimat tersebut tanpa disadari menimbulkan arti berbeda, kesalahan penggunaan
kata dalam bahasa lisan maupun tulisan akan berakibat fatal bagi makna yang
terkandung apalagi penghilangan beberapa kata dalam suatu ungkapan dan kalimat
tertentu secara langsung akan menimbulkan interpretasi yang berbeda dari
pembaca dan pendengar. Oleh karena itu, kita wajib meneropong kesadaran manusia
itu terarah dan terbina. Apa yang dimaksud dengan kesadaran berbahasa?
Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu bahasa
lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan
kontrak sosial. Bahasa muncul dari ujaran orang seorang. Bahasa merupakan hasil
aktivitas manusia. Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang
karena bahasa diterjemahkan sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku.
Adakalanya seorang yang pandai dan penuh dengan ide-ide cemerlang
harus terhenti hanya karena dia tidak bisa menyampaikan idenya dalam bahasa
yang baik. Oleh karena itu seluruh ide, usulan, dan semua hasil karya pikiran
tidak akan diketahui dan dievaluasi orang lain bila tidak dituangkannya dalam
bahasa yang baik.
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI), kesadaran pada dasarnya berasal dari kata
“sadar” yang berarti "insaf", "merasa",
"tahu" dan "mengerti". Sedangkan “kesadaran” diartikan
sebagai "keinsyafan" atau "keadaan mengerti" dan
"merupakan hal yang dirasakan atau dialami seseorang". Secara umum
kesadaran merupakan suatu keinsyafan dalam diri manusia dan menjadi dasar untuk
merefleksikan sesuatu. "Berbahasa" menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) ialah "menggunakan bahasa". Berbahasa
tidak hanya berarti menyusun kata-kata, lebih dari itu menurut Garvin dan
Mathiot, yang dikutip oleh Sumarsono dan Partana, (2002:364), di dalam
berbahasa terdapat sikap bahasa yang setidaknya mengandung tiga ciri pokok
yaitu
1. language loyalty
(kesetiaan bahasa) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan
bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.
2. language pride
(kebanggaan berbahasa) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan
menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.
3. wareness of the norm
(kesadaran akan norma bahasa) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan
cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).
Ketiga ciri tersebut merupakan sikap positif terhadap kesadaran berbahasa.
Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasanya (bahasa yang
digunakan oleh kelompoknya atau masyarakat tutur dimana dia berada). Sebaliknya
jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari
diri sekelompok orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif
terhadap suatu bahasa telah melanda diri atau kelompok orang itu. Ketiadaan
gairah atau dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah
satu penanda sikap negatif, bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang bisa
berlanjut menjadi hilang sama sekali.
Menurut Dr. Mansoer
Pateda, yang dimaksud kesadaran berbahasa ialah sikap seseorang baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama bertanggung jawab sehingga
menimbulkan rasa memiliki suatu bahasa dan dengan demikian ia berkemauan untuk
ikut membina dan mengembangkan bahasa itu. (Sosiolinguistik, 1990: 26).
Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab terhadap suatu bahasa dan pemakaian
bahasa adalah :
Ø Selalu berhati-hati
menggunakan bahasa;
Ø Tidak merasa senang
melihat orang yang mempergunakan bahasa secara sembarangan;
Ø Memperingatkan
pemakai bahasa kalau ternyata ia membuat kekeliruan;
Ø Tertarik perhatiannya
kalau orang menjelaskan hal yang berhubungan dengan bahasa;
Ø Dapat mengoreksi
pemakaian bahasa orang lain;
Ø Berusaha menambah
pengetahuan tentang bahasa tersebut;
Ø Bertanya kepada
ahlinya kalau menghadapi persoalan bahasa.
Ciri-ciri
orang yang memiliki kesadaran berbahasa, diantaranya :
Ø Sikap terhadap bahasa
dan berbahasa
Ø Tanggung jawab bahasa
dan berbahasa
Ø Rasa ikut memiliki
bahasa
Berkemauan membina dan mengembangkan
bahasa
Ø Sikap terhadap bahasa
dan berbahasa
Dari ciri-ciri diatas, juga merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan
mahasiswa dan guru untuk menghadirkan dirinya sebagai orang yang memiliki kesadaran
berbahasa. Untuk menanamkan rasa memiliki bahasa, orang harus bertitik tolak
dari anggapan bahwa bahasa adalah miliknya pribadi. Jika bahasa dianggap
sebagai milik pribadi maka konsekuensinya kita wajib memeliharanya. Mahasiswa
harus ikut serta memakai bahasa secara tertib. Dalam buku yang berjudul Sosiolinguistik
dari Mansoer Pateda (Bab III;hal.31) ada 2 macam partisipasi dalam pembinaan
bahasa, yaitu partisipasi formal dan partisipasi informal. Seseorang telah
hati-hati bicara atau menulis sehingga bahasanya terpelihara, tidak ada
kesalahan dari segi kaidah bahasa. Partisipasi ini disebut partisipasi
informal. Ada pula yang dinamakan dengan pastisipasi formal, ialah kegiatan
pembinaan bahasa melalui pertemuan formal. Contohnya : ikut berpatisipasi dalam
forum diskusi, seminar, dan sebagainya yang berkaitan dengan berbahasa.
Bagaimana pun kita
harus menggalakkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar secara
terus-menerus. Para guru, dosen, dan mahasiswa sebagai ujung tombak pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah atau di kampus untuk menumbuhkan kesadaran agar
bahasa Indonesia terpelihara oleh pemakainya. Tugas yang sangat terhormat
tentunya, sebagai bentuk kesetiaan untuk memelihara Bahasa Indonesia sebagai
pusaka dan amanah yang abadi.
Daftar Pustaka
1. Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Angkasa Anggota IKAPI.
Bandung.
Bagus! Anda telah berusaha menulis. Hasilnya lumayan. Kini silakan beralih profesi, dari "penulis" menjadi "editor" dengan cara membaca kembali wacana itu.
BalasHapusTemukanlah kekeliruan dan atau kesalahan yang masih ada. Kemudian revisilah tulisan Anda itu. Ibu yakin hasilnya akan jauh lebih baik.
Selamat menjadi editor. Insya-Allah bermanfaat.
Terima kasih atas perhatiannya,Insya-Allah saya akan coba untuk merivisinya kembali,mudah-mudahan sesuai dengan kaidah penulisan yang benar dan berlaku,sesuai dengan apa yang saya dan Ibu harapkan.Terus motivasi kami Bu !
BalasHapus